Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

KLASIFIKASI KALAJENGKING


KLASIFIKASI KALAJENGKING
Klasifikasi kalajengking
Kerajaan          : Animalia
Filum               : Arthropoda
Subfilum         : Chelicerata
Kelas               : Arachnida
Subkelas          : Dromopoda
Ordo                : Scorpiones

Kalajengking adalah sebuah arthropoda dengan delapan kaki, termasuk dalam ordo Scorpiones dalam kelas Arachnida. Dalam kelas ini juga termasuk laba-laba, harvestmen, mites, dan tick. Ada sekitar 2000 spesies kalajengking. Mereka banyak ditemukan selatan dari 49° U, kecuali New Zealand dan Antarctica. Tubuh kalajengking dibagi menjadi dua segmen: cephalothorax dan abdomen. Abdomen terdiri dari mesosoma dan metasoma.
Satu lagi jenis baru dipublikasi dalam jurnal Acta Arachnologica 59 (1) terbitan bulan 30 September 2010. Jenis baru yang dilaporakn oleh Wilson Laurenco dan Bernard Duhem ini menjadi jenis yang kedua untuk marga Chaerilus untuk Pulau Halmahera.
Sebelumnya, Laurenco mendeskripsi jenis baru Chaerilus spinatus dari salah satu gua di Sagea yaitu Batu Lubang yang merupakan gua terbesar di Halmahera bagian utara. Meskipun ditemukan di dalam gua, namun jenis ini tidak mempunyai karakteristik morfologi yang khas untuk hidup di dalam gua atau sebagai jenis troglobit.
Jenis baru ini dikoleksi oleh Louis Deharveng dan Anne Bedos dalam ekspedisi mereka di Batu Lubang pada tahun 1988. Spesimen tipe jenis baru yang dideskripsi dari Halmahera disimpan di Museum Zoologicum Bogoriense, Cibinong Indonesia.
Sedangkan jenis pertama yang dipublikasi dari Halmahera diberi nama Chaerilus telnovi yang ditemukan di Gunung Talaga sekitar beberapa kilometer dari Gua Batu Lubang di Sagea.“Jenis ini ditemukan dalam serasah dan merupakan jenis tak bermata kalajengking serasah yang pertama kali dikenal di Asia” seperti yang diungkapkan Laurenco dalam laporannya.
Marga Chaerilus Saat ini dikenal ada Chaerilus celebensis dari Sulawesi dan konon Chaerilus sabinae yang merupakan salah satu jenis kalajengking gua tanpa mata yang ditemukan di salah satu gua di Maros, Sulawesi selatan. Namun, dalam publikasi asli Chaerilus sabinae dilaporkan berasal dari Matampa, India meskipun hal ini diyakini sebuah kesalahan. Karena salah satu gua di daerah Pangakajene di Sulawesi Selatan ada yang bernama Gua Mattampa dan oleh kolektornya dikoleksi dari gua tersebut.
Penemuan jenis baru oleh Laurenco ini semakin menambah wawasan betapa masih besarnya potensi untuk temuan-temuan jenis baru di Indonesia. Racun kalajengking. Seluruh spesies kalajengking memiliki bisa. Pada umumnya, bisa kalajengking termasuk sebagai neurotoxin. Suatu pengecualian adalah Hemiscorpius lepturus yang memiliki bisa cytotoxic. Neurotoxin terdiri dari protein kecil dan juga sodium dan potassium, yang berguna untuk mengganggu transmisi neuro sang korban. Kalajengking menggunakan bisanya untuk membunuh atau melumpuhkan mangsa mereka agar mudah dimakan.
Bisa kalajengking lebih berfungsi terhadap arthropod lainnya dan kebanyakan kalajengking tidak berbahaya bagi manusia; sengatan menghasilkan efek lokal (seperti rasa sakit, pembengkakan). Namun beberapa spesies kalajengking, terutama dalam keluarga Buthidae dapat berbahaya bagi manusia. Salah satu yang paling berbahaya adalah Leiurus quinquestriatus, dan anggota dari genera Parabuthus, Tityus, Centruroides, dan terutama Androctonus. Kalajengking yang paling banyak menyebabkan kematian manusia adalah Androctonus australis.
Makanan kalajengking adalah serangga-serangga kecil seperti jangkrik, kecoa atau udang. ”Selain itu kalajengking juga bisa diberi pakan berupa cacing tanah dan hewan-hewan kecil tanah lainnya,” Selain memiliki sifat kanibal (memakan sesamanya).
Tak banyak orang tahu khasiat kalajengking bagi pengobatan. Padahal, menurut Dr William Adi Teja, MMed dari Klinik Utomo Chinese Medical Center, Jakarta, semua binatang merayap, termasuk kalajengking, berkhasiat melancarkan peredaran darah.
“Hewan-hewan merayap ampuh untuk mengobati penyumbatan pembuluh darah kronis. Obat-obat dari bahan herbal atau hewan lain tak mampu, tapi binatang merayap ini dapat mengobati keluhan akibat penyumbatan darah,” tutur Dr William.
Selain melancarkan peredaran darah, hewan berbisa dan beracun ini juga mampu menyembuhkan penyakit stroke, jantung, dan sirosis hati. Kata Dr William, bukan racunnya yang dipakai untuk mengobati penyakit, melainkan daging bagian ekor. Itu pun setelah zat racun hewan yang berkembang biak setahun sekali ini dinetralisasi.
Menurut Prof Gopalakrishnakone, PhD, DSc dari Fakultas Kedokteran National University of Singapore, bisa dan racun kalajengking tak selamanya berbahaya. Mekanisme kerjanya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pengobatan, di antaranya sebagai penghilang rasa sakit, pereda ketegangan otot, antikanker, antimikroba, dan antikejang.
Kini sejumlah obat telah dihasilkan dari bisa dan racun alami, misalnya racun botulinum dari bakteri anaerobik yang mencemari makanan kaleng. Racun ini juga dimanfaatkan untuk terapi strabismus (mata juling), blepharospasm (kejang kelopak mata), dan vagisnismus (kekejangan otot vagina). Arvin dari racun ular berbisa digunakan untuk mengatasi gangguan penggumpalan darah.
Dijelaskan oleh Gopalakrishnakone, pada tahun 1998 Badan Pengawas Makanan dan Obat Amerika Serikat (FDA) mengkaji dan menyetujui peredaran empat obat berbahan dasar racun, baik bisa ular, kalajengking, laba-laba, maupun kerang kerucut. Racun dan bisa itu adalah aggrostatin untuk mengobati angina, captopril untuk tekanan darah tinggi, conotoxin untuk anestesi saraf tulang belakang, dan chlorotoxin untuk pengobatan tumor otak.
Sayangnya, kata Dr William, kandungan kimiawi hewan yang dapat hidup hingga 5 tahun ini belum diketahui lebih lanjut. Meski demikian, dalam teori pengobatan traditional chinese medicine, kalajengking merupakan salah satu jenis serangga, bersama kelabang dan kecoak, yang paling banyak digunakan masyarakat China untuk pengobatan.
Sementara itu, untuk mengobati sakit akibat sengatan hewan ini, masyarakat Jawa secara turun-temurun selalu menyiramnya dengan amonia atau air seni. Hal itu akan menghilangkan rasa sakit dan bengkak akibat gigitan hewan ini.
Bila kalajengking yang sudah ternetralisasi racunnya dimasak kembali dengan ramuan obat lain, lanjutnya, hal itu tidak akan membawa manfaat lebih karena fungsi atau manfaatnya sudah hilang. Oleh karena itu, ia menganjurkan agar kalajengking diblender kemudian dibuat bubuk. Proses demikian berlaku bagi binatang merayap lain jika digunakan untuk konsumsi obat.
Di China bagian utara, kalajengking dijual bebas. Di pinggir-pinggir jalan, kalajengking dijual dalam bentuk kalajengking panggang atau sate. Harga yang ditawarkan untuk 1 sate kalajengking sepanjang 5 cm sekitar 30 yuan (setara dengan Rp 33.000). Sebelum menjualnya, pedagang di China mengolah kalajengking berdasarkan rahasia pengobatan China kuno, yaitu merebusnya dengan air jahe. Dari hasil wawancara Dr William dengan pedagang di sana, untuk menetralkan racun juga bisa dengan cara menggoreng kalajengking bersama batu tawas. Meski di China utara kalajengking ramai diperdagangkan, tidak demikian di bagian lain dari negeri China. Hal ini dimungkinkan karena ada juga masyarakat China yang tidak tahu cara memanfaatkan kalajengking untuk pengobatan. Itulah kenapa pedagang obat tradisional China selalu menjualnya dalam bentuk bubuk atau pil.
Diingatkan olehnya, dosis sehari mengonsumsi bubuk kalajengking tidak boleh lebih dari 2 gram. Jika terlalu banyak, dapat mengakibatkan alergi dan sesak napas.
Secara empiris, kata Dr William, pasiennya sembuh dari gangguan penyempitan pembuluh darah setelah sebulan mengonsumsi bubuk kalajengking sebanyak 0,3 gram sehari. Menurut dia, dosis tersebut akan diturunkan apabila kondisi pasien mulai membaik. Ia menegaskan, konsumsi kalajengking harus dihentikan bila tubuh sudah menunjukkan gejala alergi.
Secara khusus ia menegaskan, dalam praktik ia jarang memberikan ramuan kalajengking dalam bentuk tunggal. Ia lebih sering mengombinasikan berbagai macam herbal dan hewan lain, baru memberikan bubuk kalajengking sesuai dengan takaran. Contohnya, untuk penyakit sirosis hati, ia selalu meresepkan lebih dari 15 macam ramuan. Jenisnya antara lain batok penyu, alang-alang, kunyit, dan 0,2 gram bubuk kalajengking. Katanya, ”Pemakaian kalajengking pada kasus sirosis hati berfungsi untuk menggempur hati yang mulai mengeras.”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar